LuPhe_mE

Senin, 03 Agustus 2015

Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak

 Hasil gambar untuk buah hati

 Buah hati adalah  impikan  semua orang sudah menikah.tapi tau kah anda bagaaimana bila kita hamil tapi sebelum menikah????

taukah anda bagaimana status anak tersebut apakah sah menjadi anak kandung si ayah atau tidak?

mari kita baca artikel berikut tentang hamil zina dan hukumnya..

TOPIK KONSULTASI ISLAM
  1. Pernikahan Wanita Hamil Zina
    1. Pertanyaan 1: Pernikahan Wanita Hamil Luar Nikah dengan Lelaki yang Menghamili
    2. Status Anak Zina yang Ibunya Menikah dengan Ayah Biologisnya
    3. Pernikahan Wanita Hamil Zina dengan Lelaki Lain (Bukan yang Menghamili)
    4. Status Anak Zina yang Ibunya Menikah dengan Lelaki Lain (Bukan Ayah Biologisnya)
  2. Pertanyaan 2: Menikahi Pacar yang Hamil dan Status Anak
  3. Pertanyaan 3: Menikahi Pacar Hamil 6 Bulan Status Perkawinan dan Anak


PERTANYAAN

Jika ada kasus seperti ini: A (pria) dan B (perempuan) menikah dalam keadaan B hamil duluan (A adalah ayah biologis dari anak yg dikandung). Kemudian lahirlah C (laki-laki). Setelah B melahirkan, A dan B tdk mengulang pernikahan lagi. Beberapa tahun kemudian, lahirlah D (perempuan),A juga merupakan ayah kandung D. Sdtelah belasan tahun kemudian A dan B bercerai. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah A boleh menjadi wali nikah bagi D? Jika tidak, siapakah yg boleh menjadi wali nikah bagi D agar pernikahan D menjadi sah sesuai syariat Agama Islam? 

 PERNIKAHAN WANITA HAMIL KARENA ZINA
Ada dua macam wanita hamil. Hamil oleh suami dan hamil karena berzina. Wanita yang hamil oleh suaminya, kemudian dia bercerai, maka tidak boleh menikah dengan lelaki lain kecuali setelah melahirkan. Adapun wanita yang hamil karena zina maka menurut sebagian ulama boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan lelaki lain. Ikuti detailnya di bawah.


PERNIKAHAN WANITA HAMIL LUAR NIKAH DENGAN LELAKI YANG MENGHAMILI
Pendapat ulama ahli fiqh mengenai status Pernikahan Pasangan suami istri yang hamil duluan sebelum menikah
A. Pendapat yang membolehkan/mengesahkan pernikahan semacam itu
Madzhab Syafi'i dan Hanafi menganggap sah pernikahan ini tanpa harus menunggu anak zina lahir. Dengan alasan tidak ada keharaman pada anak zina karena tidak ada nasab (keturunan). Berikut keterangan dari kitab-kitab mazhab Syafi'i

- As-Syairazi dalam Al-Muhadzab 2/113


وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا لأَنَّ حَمْلَهَا لاَيَلْحَقُ بِأَحَدٍ فَكَانَ وُجُودُهُ كَعَدَمِهِ

Artinya: Boleh menikahi wanita hamil dari perzinaan, karena sesungguhnya kehamilannya itu tidak dapat dipertemukan kepada seseorangpun, sehingga wujud dari kehamilan tersebut adalah seperti ketiadaannya.

- Ba alwi dalam Bughyatul Musytarsyidin hlm. 201 menyatakan:

(مَسْأَلَةُ ش) وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا سَوَاءُ الزَّانِى وَغَيْرِهِ وَوَطْءُهَا حِيْنَئِذٍ مَع الكَرَاهَةِ

Artinya: Boleh menikahi wanita yang hamil dari perzinaan, baik oleh laki-laki yang menzinainya atau oleh lainnya dan menyetubuhi wanita pada waktu hamil dari zina tersebut adalah makruh.

- Al-Jazari dalam Al-Fiqh ala Madzahibil Arbaah juz 4/533 menyatakan:


أَمَّا وَطْءِ الزِّنَا فَإنَّهُ لاَ عِدَّةَ فِيْهِ وَيَحِلُّ التَّزْوِيْجُ بِالحَامِلِ مِنَ الزِّنَا وَوَطْءِهَا وَهِيَ حَامِلٌ عَلَى الأصَحِّ وَهَذَا عِنْدَ الشَّافِعِى

Artinya: Adapun hubungan seksual dari perzinaan, maka sesungguhnya tidak ada 'iddah padanya. Halal mengawini wanita yang hamil dari perzinaan dan halal menyetubuhinya sedangkan wanita tersebut dalam keadaan hamil menurut pendapat yang lebih kuat. Pendapat ini adalah pendapat Syafii.

- Kompilasi Hukum Islam(KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga(3) ayat , yaitu :

1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.

2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya.

3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Keputuasan KHI di atas diperkuat oleh pendapat mayoritas ahli fiqh (jumhur) yang membolehkan menikahi wanita yang dihamilinya. Juga diperkuat oleh beberapa hadits sbb:

i. Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda, "Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal." (HR Tabarany dan Daruquthuny).

ii: Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Isteriku ini seorang yang suka berzina." Beliau menjawab, "Ceraikan dia!." "Tapi aku takut memberatkan diriku." "Kalau begitu mut'ahilah dia." (HR Abu Daud dan An-Nasa'i)

iii: Dimasa lalu seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra, "Aku melakukan zina dengan seorang wanita, lalu aku diberikan rizki Allah dengan bertaubat. Setelah itu aku ingin menikahinya, namun orang-orang berkata (sambil menyitir ayat Allah), "Seorang pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau dengan musyrik'. Lalu Ibnu Abbas berkata, "Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka `ku yang menanggungnya." (HR Ibnu Hibban dan Abu Hatim)

iv: Ibnu Umar ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, bolehkan setelah itu menikahinya? Ibnu Umar menjawab, "Ya, bila keduanya bertaubat dan memperbaiki diri."

Kalangan Sahabat Nabi yang membolehkan nikah dalam kasus ini antara lain: Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas


STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN AYAH BIOLOGISNYA

Status anak, menurut sebagian ulama, jika anak ini lahir 6 bulan setelah akad nikah--berarti usia kandugan sekitar 3 bulan saat menikah, maka si anak secara otomatis sah dinasabkan pada ayahnya tanpa harus ada ikrar tersendiri. Namun jika si jabang bayi lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan--berarti usia kandungan lebih dari 3 bulan saat menikah, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya.

Kesimpulan: hukum pernikahan A dan B sah dan tidak perlu diulang. Dan status C (anak yang dikandung sebelum menikah) juga sah menjadi anak kandung A baik secara biologis dan syariah. Namun jika si jabang bayi C lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya. A juga boleh menjadi wali dari D (anak kedua) karena berasal dari pernikahan yang sah dengan B.

B. Pendapat yang mengharamkan pernikahan semacam itu


Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra' dan Ibnu Mas'ud termasuk di antara Sahabat yang mengharamkan pria menikahi wanita yang dizinainya. Dan karena itu, mereka tidak menganggap sah pernikahan semacam ini. Ulama madzhab Maliki dan Hanbali juga mengharamkan.


PERNIKAHAN PEREMPUAN HAMIL ZINA DENGAN PRIA LAIN BUKAN YANG MENGHAMILINYA DAN STATUS ANAK

A. Boleh Menikah tapi Tidak Boleh Berhubungan Badan

Menurut madzhab Hanafi, boleh menikah tapi tidak boleh ada hubungan badan sampai anak zina tadi lahir seperti keterangan dalam kitab Durr al-Mukhtar karya Haskafi.

Dasar hadits:

1. Tidak boleh berhubungan badan dengan wanita hamil kecuali setelah melahirkan.
2. Seorang lelaki mukmin tidak halal berhubungan badan dengan perempuan hamil. (HR. Abu Daud)

B. Boleh Menikah dan Boleh Berhubungan Suami-istri

Menurut madzhab Syafi'i boleh menikah dan boleh berhubungan suami-istri sebagaimana keterangan dalam kitab Futuhat al-Wahhab karya Sulaiman al Jamal.


STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN PRIA LAIN (BUKAN AYAH BIOLOGISNYA)

Ada dua pendapat:

Pertama, status anak yang dilahirkan tetap sebagai anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor Urusan Agama).

Kedua, menurut madzhab Hanafi, anak yang dikandung dianggap mempunyai hubungan darah dan hukum yang sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut.


PERTANYAAN 2: MENGHAMILI PACAR STATUS PERNIKAHAN DAN STATUS ANAK

Setelah berzina dengan pacar, saya menikahinya setelah tahu dia hamil. Apakah saya harus mengulangi pernikahan? Dan apakah anak saya disebut anak haram?

PERTANYAAN

assalamu'alaikum warohmatullah hiwaba rokatuh
sebelum saya ingin meminta tolong kepada sdr yang lebih tahu tentang hukum-hukum islam
saya ingin bertanya

1. saya telah menikahi kekasih saya, karena kekasih saya telah mengandung janin saya diluar nikah
apakah saya harus menikahinya kembali dikemudian hari?
2. apakah anak yang lahir dinamakan anak haram?
3.mohon maaf sebelumnya, dan tolong saya minta penjelasan karena pada saat saya menikahinya kadungannya berumur 6 bulan.
4. ada saudara ipar saya yang mengatakan kalau anak tersebut adalah anak haram dan saya diminta untuk menikahi istri saya kembali, dengan alasan kalau saya tidak menikahinya kembali maka anak kami yang seterusnya / anak kedua dan seterusnya akan menjadi anak haram apakah kata2 tersebut dibenarkan didalam islam?
karena saudara ipar saya tersebut mengaku telah mengetahui tentang islam mohon balasan saudara supaya diantara kami tidak ada perselisihan maaf 1 lagi pertanyaan yang mungkin membuat saya selalu bertanya2 apakah diislam dibenarkan mengatakan anak haram didepan si jabang bayi ( ini anak haram, kamu harus nikahi istri kamu lagi biar anak yang haram 1 aja ) apakah itu ada diajaran islam?
:'( saya selalu ingin menangis disaat saya teringat kata2 itu saudara
terima kasih

JAWABAN

1. Pernikahan anda sah dan tidak perlu mengulangi. Namun demikian, tidak apa-apa kalau Anda hendak memperbarui nikah (tajDidun nikah) dengan tujuan untuk menenangkan Anda dan orang-orang di sekitar Anda.
2. Karena pernikahan sah, maka status anak juga anak juga sah baik yang pertama maupun yang seterusnya.
Lihat dalil dan argumen hukum Islamnya di sini: Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak

3. Kalau saat menikah usia kandungan sudah 6 bulan, maka suami perlu kiranya berikrar bahwa anak dalam kandungan adalah anaknya.

4. Tidak ada istilah anak haram dalam Islam. Yang ada: anak zina. Yaitu anak yang terlahir di luar tali pernikahan. Untuk status anak zina lihat di sini!

================

PERTANYAAN 3: MENIKAHI PACAR HAMIL 6 BULAN HARUSKAH MENGULANG DAN SATUS ANAK

PERTANYAAN

assalamualaikum.

saya adue (bukan nama sebenarnya) 23 th, jakarta.

saya telah melakukan zina dengan pacar saya sampai dia hamil.
lalu saat usia kehamilanya sekitar 6 bulan, saya menikahinya secara sah di kantor urusan agama jakarta barat.

saya ingin mengajukan pertanyaan .
apakah saya harus menikahi ulang isteri saya setelah anak saya lahir??
bagaimana status anak saya??
banyak pendapat orang disekitar saya yang menyarankan bahwa saya harus menikah ulang. apa itu memang perlu??

sekian,

saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas perhatian anda.

JAWABAN

1. Tidak perlu diulang kalau memang wanita menikah dengan lelaki yang menghamilinya.
2. Status anak juga sah sebagai anak Anda. Anda berhak menjadi wali nikahnya kalau dia perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar